Kampung Kobrey di Dataran Tinggi Anggi, Papua Barat
Kampung Kobrey yang terletak di dataran tinggi Anggi merupakan salah satu daerah yang terletak di antara rentetan Pegunungan Arfak, Provinsi Papua Barat, di bagian timur Indonesia. Dataran tinggi ini dihiasi oleh dua buah danau, Danau Anggi Giji atau Danau Laki-Laki dan Danau Anggi Gida atau Danau Perempuan. Di tahun 2012, penulis berkesempatan untuk tinggal selama kurang lebih 43 hari di dataran tinggi Anggi untuk mengikuti kegiatan KKN yang diselenggarakan oleh Universitas Papua (pada waktu itu masih bernama Universitas Negeri Papua). Nah berikut ini adalah sedikit cerita dan foto-foto dari Pegunungan Arfak yang diambil pada tahun 2012.
Perjalanan ke Anggi
Perjalanan ke Anggi kala itu memakan waktu yang cukup lama, sekitar 4 sampai 6 jam dari kota Manokwari menggunakan mobil Hilux. Keadaan jalannya pun masih seadanya, beralaskan tanah dan batu. Apabila hujan turun, ada kemungkinan kami tidak bisa melanjutkan perjalanan karena tanah longsor atau tidak bisa menyeberangi sungai yang mengalir lebih deras karena limpahan air hujan.
Kesan pertama saat menginjakkan kaki di Anggi adalah dingiiiiin.. Seperti yang kalian tahu, daerah dataran tinggi selalu memiliki suhu yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan daerah pesisir pantai. Semak belukar dan pepohonan yang tumbuh di sana pun berbeda sekali dengan yang biasa kami lihat di dataran rendah.
Ada lagi yang sangat unik, pagarnya. Pagar-pagar di daerah ini masih dibuat secara tradisional dengan menggunakan kayu yang ditata sedemikian rupa. Sangat cantik dan serasi dengan pemandangan bukit dan gunung yang seringkali tanpa pepohonan atau kami sebut sebagai gunung botak. Masih banyak rumah-rumah tradisional yang dikenal sebagai rumah kaki seribu. Meskipun ada juga satu dua rumah modern yang dibangun di sana.
Tidak tahu mengapa, tetapi pemandangan di bagian Pegunungan Arfak ini lebih indah dan serasi dengan adanya rumah-rumah dan pagar yang dibuat secara tradisional. Terlihat lebih serasi dengan keadaan alamnya. Tentu saja.. Teknik-teknik membangun ini sudah ada sejak dahulu kala dan merupakan bagian dari kearifan lokal masyarakat setempat. Keberadaan rumah-rumah modern itu sedikit mengganggu pemandangan, sedikit dipaksakan. Begitulah, miris benar karena kesejahteraan seringkali dikait-kaitkan dengan rumah batu beratapkan seng. Padahal kekayaan kearifan lokal itu jauh lebih berharga dan bijak. Patut untuk dipertahankan.
Kampung Kobrey
Pada tahun 2012, Distrik Anggi masih merupakan bagian dari Kabupaten Manokwari. Pada waktu itu Kabupaten Manokwari memiliki 29 distrik. Kami Mahasiswa KKN UNIPA jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan tahun 2012 ditempatkan di Distrik Sururey. Yang mana pada waktu itu terdiri dari 12 kampung. Mahasiswa KKN dibagi dalam 5 kelompok yang ditempatkan di 5 kampung berbeda. Penulis mendapatkan tugas untuk melaksanakan KKN di Kampung Kobrey.
Sedikit cerita, penamaan Kampung Kobrey di Anggi diceritakan berasal dari nama orang suku Sough yang pertama kali tinggal pada kawasan tersebut yaitu Kobrey atau Menggogo yang berarti “Gunung Manis”. Kampung Kobrey terletak di tepian Danau Laki-Laki atau Danau Anggi Giji. Itulah mengapa kami ditugaskan untuk melaksanakan Kuliah Kerja Nyata pada kampung-kampung yang terletak dekat dengan danau. Mengamati dan mempelajari bagaimana masyakat setempat memanfaatkan sumberdaya yang tersedia di danau.
Kondisi Alam dan Pertanian di Kampung Kobrey
Terdapat 7 aliran sungai di Kampung Kobrey yang berasal dari mata air dan bermuara ke Danau Anggi Giji. Air untuk keperluan sehari-hari di tahun 2012 berasal dari air sungai maupun air keran yang merupakan bantuan dari program PNPM Mandiri. Air dari keran ini menjadi coklat kekuningan apabila turun hujan dan ada sedikit bau lumpur pada airnya. Untuk air minum, kami harus berjalan agak jauh untuk mengumpulkannya langsung dari mata air.
Kegiatan bertani di sekitar pekarangan rumah sangat umum ditemui di Kampung Kobrey. Sebagian warga Kampung Kobrey menggantungkan hidupnya pada hasil pertanian. Hasilnya kemudian dipasarkan ke Kota Manokwari. Jenis tanaman pertanian yang paling sering kami temui di pekarangan antara lain adalah daun bawang, tomat, kentang, dan wortel. Cara bertani di tahun 2012 masih sangat ramah lingkungan, tradisional, dan organik. Rerumputan di sekitar rumah dibersihkan, dibiarkan hingga mengering, kemudian dibakar. Sisa bakaran rumput inilah yang kemudian digunakan sebagai penyubur tanaman.
Pembangunan di dataran tinggi ini kini semakin pesat. Apakah sudah banyak perubahan? Apakah rumah-rumah kaki seribu yang dulu menghiasi pemandangan disini sudah digantikan dengan bangunan modern? Semoga saja pembangunan yang dilaksanakan di sini adalah pembangunan berkelanjutan yang mempertimbangkan kearifan lokal masyarakat setempat. Semoga saja pembangunan tersebut tidak mengubah kondisi alam, menyebabkan polusi, dan tidak meminggirkan keberadaan masyarakat asli setempat.
1 Respon
[…] Photo Via : tempatasik.com Photo Via : http://www.fajarsumbar.com Photo Via : http://www.youtube.com Photo Via : http://www.getlostsafely.com Categories: Wisata EdukasiTags: Wisata Rumah Kaki […]